Cinta dan Hujan

untuk cinta dan hujan,

ah kita sedang rindu.

pada baris-baris kode ada senyummu yg terbayang.
sehat-sehat ya kamu.

Beban Pelipur Lara

Kupikir ini malam panjang,
dalam keengganan untuk memejam,
Aku ingin menikmati langit dalam senyap,
dalam ular besi ke timur.

Aku sendiri diantara bangku-bangku berpasangan.

Kupikir aku telah melepas satu beban, tapi tak lama beban lain berebutan datang.

Dan biarlah hujan menjadi pelipur asa.
aku dan dia dalam bentangan rindu beberapa pulau.

Semoga tetep semoga yang aku usahakan..

Menjadi A

Menemui Senja

Aku menemui senja, ah tapi ia ingkar.
Bersarang sebelum aku selesai membingkainya.
Dan kini, aku pada tepi pantai,
berbaring pada pantai pasir halus.

Memandang langit, ada banyak bintang malam ini manis, mungkin karena kau tak disini.

Dan kini kepotret malam dalam sendiri, tanpa segelas kopimu. Bulan sabit perlahan naik.

Kelip-kelip lampu kapal dalam kejauhan,
kutitip rindu lewat deru ombak.
Semoga aku tak rindu sendiri.

Tanjung,
Kepada B~

Degup Degup Jantung

Degup degup jantung

Rinduku kian menumpuk,
seumpama cendawan setelah hujan.
Dan kini kulewati kotamu, dalam senyap ular besi.

Kita tak pada cukup waktu, untuk saling berbagi aroma kopi, di kedai sebelah kotamu.

Aku cukup mahfum.

Kamu kemana tuan?
Entah, aku cuma melihat matahari, menyongsong pagi, menuju timur.

Dan pada batas jenuh, aku kan menunggu senja di sini manis. Pada sepetak pantai sunyi. Berdua denganmu,

Minggu keempat, bulan ketiga
E~

Untuk Rindu

untuk rindu,
yg tiba-tiba datang.

ah serupa kamu tuan.

untuk perempuan yg menyukai mawar
terimakasih telah bertandang ke kotaku, kota kenanganmu.
meski gerimis ikut menyambutmu.

Dan kita memandang pada tugu yg sama, pada malam yg ramai.
kita berlomba menyicip bulir-bulir rindu dan kenangan.
kepala pun berlomba diam dalam pikiran masing-masing

terimakasih pada kopimu, dan denting malioboro masih sama manis,
kita masih akan rindu.

Dan kita sudahi sore ini dalam segelas jus ungu, semoga waktu akan selalu berkenan mempertemukan kita pada kota ini.

baik-baik disana. titip salam pada ibu bapakmu…

Untuk B~

Ujung Rindu

Ada orang yg menghabiskan waktu sunyi dengan sesukanya,
duduk manis dalam tatapan matahari senja.
ada yg sibuk menghitung berapa gelombang sore ini.
ada malah ada yg berbaring pada rumput sebelah tenda camping mereka sambil bergumam,

ada berapa bintang jatuh malam ini?

dan engkau sendiri, tuan?
entah, aku cuma memandang bayang-bayang kemaren.
menunggu hujan, sayang.

Sebentar lagi aku pulang.

~diujung tahun.

ku titip rindu pada langit yang kau tatap.
kita menata langit yg sama.

E~

Maruk

Hai, kau maruk, semua.ingin kau punyai. Dan satu persatu mereka menguap, meninggalkan kau sendiri.

Hahahaha

Dan saat itulah kau sadar, kau sendirian sejak dulu. Omong kosong, kemana kau kau sembunyi?

Digaris kota pahlawan, kupersilahkan engkau menangis.
Tetaplah menulis tuan.

“There’s no reason for liking someone, but everything can be a reason for disliking someone.”

E~

Never Ending Circles

Throw me
No more bones and I will tell you no lies
This time
At least I am not so cold
You give me everything I never deserved
This time
You know I’ll leave

Here’s to taking what you came for
And here’s to running off the pain
And here’s to just another no man
If you want another
Say you need another
Here’s to never ending circles
And building them on top of me
And here’s to just another no man
If you want another
Say you need another

Cut off
I’ll go my way if I’m going at all
This time
Believe that the strong red lines
That I will draw will come and cover you up
This time
You know I’ll leave

We are losing ground
It’s time to save your neck
And I will try to find my feet and go
I am braced for words that never come
But I choose to decide that
I don’t regret it
I don’t regret it

E~

Sunday

Saat raga tak mampu menjamah, rasakan rindu ini mendekapmu erat.

Tidurlah, lelap dalam buaian asa. Ada hari esok ..

S

Diam(mu)

Ada yg mendoakan dalam diam,
Melupakan dalam diam.

Dan mereka menikmatinya sendiri dalam kediaman mereka.

Bahagia~

Dan petikan petikan sajak mulai kau tulis kembali tuan.
Musim hujan masih jauh.

Dan kini setelah senja, kau menggigil bukan?

Senja~

Pada Rindu

Pagi 29 ramadhan,

Untuk kamu,
Perempuan dalam rindu yg kian penuh, penuh pada tiap titik temu, titik tumpu, titik rindu.

Aku tak paham, apa cuma aku yg rindu,
Hai cinta, sehat - sehatlah kamu.
Akan selalu ada doa yg kuselipkan untukmu seusai sujudku.
Doa untukmu, meski kadang kuminta jg untuk kita, ayal yg kadang takut kubayangkan.

Tapi kita cuma manusia rindu, perpegang dalam tatap diam-diam.

Untukmu yg mungkin sdah tak ingat kita. Peluk cium untuk mu.
Titip salam jg untuk ibu bapak mu.
Aku selalu berkayal untuk ikut mengaturkan simpuh pada mereka, untuk memintamu, meminta restu untuk mu.

Untukmu, untuk tarikan, genggangaman tangganmu, untuk peluk yg sudah kamu bagikan untukku, iya sebenar hangat.

Teruslah melangkah

Untuk E
Imagi

Mengingat

kadang kita butuh teman diskusi lain,teman dari antah berantah.
karena perhitungan kepala tak bisa selesai jika hanya dipikir sendiri.

M, 1 15
Log~

Selamat Ulang Tahun

Selamat bertambah resah tuan,
butir-butir risau yg kian menumpuk.
“Ah kau keterlaluan, taklah sebanyak itu.”
“Iya tak banyak, tapi sudah berbentuk danau kini.”

Hai, pada hari yg selalu hujan,
pada tiap jendela metromini yg kau pandang, aku melihat dirimu,
terhanyut pada pikirmu sendiri.
“Kau belum tersesat kan, Tuan?”

Log~

Dimana Damai

Sedang banyak yg berlari-lari di kepala.
Entahlah. Serasa tak cukup.
Hai, dimana damai itu…

Log~

Siapa Sakit

Aku tak menyuruhmu berpikir bahwa akulah yang paling menderita saat ini. Tidak, kita sama-sama sedang sakit.

Malah aku selalu berpikir, kamulah yang saat ini lebih menderita, karena aku, karena lakuku. Manis.

Ada air mata yang sama-sama tumpah tanpa kita tau kapan, kenapa, punya siapa?

Cukup aku tau saat hujan datang, hai sayang, ku kirim rinduku pada setiap rintik-rintik hujan, rintik-rintik rinduku.

Sore imaji

~Log

Ada

Mungkin ini hanya celoteh patah hati. Cerita tentang satu orang perempuan yang hanya bisa berusaha bangkit lagi setiap sayapnya selalu dipotong disaat ia baru ingin belajar terbang. Kamu menyebutku, peri pipi dan kamu masih berjuluk lelaki pembual. Dan tentu saja sayapku sebelumnya patah dan sejak bertemu denganmu sayap itu tumbuh kembali.

Mungkin, Tuhan hanya ingin menunjukan bahwa terbang tidak harus melulu dengan sayap. Dan kali ini, yang memotongnya, kamu.

Kamu. Kamu yang dulu tidak aku kenal dan hidup berbeda di sana. Kamu yang datang lewat hiruk pikuk stasiun dan menyapa hatiku yang sedang kosong di sini. Kamu yang kemudian mengenalku dan mencoba berjalan menggenggam tanganku. Kamu, yang kemudian aku kenal dengan semua figurmu yang baru bagiku. Kamu datang begitu saja di hidupku. Dan aku menerimanya dengan sangat mudah.

Kamu yang menyodorkan harapan baru bagi diriku yang memang sedang sangat haus akan hal itu. Kamu yang membuatku belajar menerima semua kekuranganmu, karena kelebihanmu sudah menutup mataku. Kamu yang kemudian mengisi setiap hari-hariku, setiap jam dihidupku, setiap menit di waktuku, setiap detik di nafasku. Kamu yang begitu dekat berada di sisiku. Kamu yang menyuguhkan kesopanan dan menyirap hatiku seketika. Kamu yang dapat menghangatkan cerita hidupku dengan semua tentang kamu.

Kamu yang memenuhi otaku dengan kekaguman, kebanggaan, kebiasaan dengan kamu. Kamu, yang selalu aku kagumi, aku banggakan. Kamu yang membuatku ingin selalu memeluk kamu. Kamu, yang selalu memegang tanganku di setiap perjalanan kita. Kamu yang wangi, yang selalu membuatku sangat nyaman ada di pelukanmu. Membuatku ingin selalu memelukmu, tenang mendengar degub jantungmu.

Kamu, yang tepat 86.400 detik lalu meninggalkanku. Kamu yang 86.4000 detik lalu mendengarku memohon, menangis, memaksa memelukmu hanya untuk ingin terus ada di hidupmu. Dan setelah itu kamu pergi dengan burung besi kembali ke peraduanmu. Dan aku terpaku menangisimu didepan gerbang menunggu kamu kembali dan memelukku lagi, yang berakhir tak manis.

Kamu, yang bilang padaku tentang semua sifat jeleku dan itu mengganggu kamu. Kamu, yang beralibi tentang pendidikan ku yang ku tunda yang sebenarnya sedang aku persiapkan hanya saja tak pernah kuceritakan padamu hanya untuk membuatmu bangga. Kamu yang memulai semuanya dan mengakhiri semuanya. Kamu yang jahat. Kamu yang membuatku mengangis harapan di kemarin, kini dan nanti. Kamu yang entah dimana akal sehatmu, sehingga memilih untuk melepasku yang sedang oleng. Kamu yang bilang tidak akan pernah meninggalkanku ternyata cuma singgah di hidupku kemudian tanpa tanggung jawab membuang hatiku. Kamu yang memaksaku tahu bagaimana rasa dikhianati, dibohongi, diduakan. Kamu dengan semua cerita singkatmu. Aku tidak pernah meminta untuk mengenalmu. Aku sudah berusaha maksimal sebisaku untuk kamu. Hey kamu yang ada di sana, sedang apa kamu? Pernah kah kamu tahu seperti apa aku di sini tanpa kamu, tanpa kebiasaan dengan kamu. Kamu yang dulu membaca blogku dan ingin ada di dalamnya. Sekarang keinginanmu tercapai. Walau harus dengan celoteh patah hati ini.

tertanda,
ai yang lg cengeng
alasyu~

~Log

Pandora

Dini hari,

5 purnama sudah manis, dan aku butuh pelukmu kini, segera
ada gunung rindu yang kian menumpuk dipunggungku, dan tetes air mata tak segan melipir.
Hai kamu peri pipiku.

aku takklah seindah, sekeren yang kamu bayangkan, tak usahlah terlalu memujaku seperti ini, dan saat kotak itu pun kau buka, aku takut kau kecewa manis.
dan akhirnya benar

Tidur yang lelap malam ini sayang. Peluk erat dari jauh.

~Log

Menung

Kepada: tuan p
Dari: kirito

Hai tuan, baik-baik kah engkau?
Tak kudengar kabarmu sejak belasan purnama lalu.
Tak ada catatan yang kau kirim padaku, lupa.

Aku sedang menung, kawan.
Ya lama kita tak bercakap-cakap berdua.

Mesin tik ku terlalu menggoda.

~Log

Menguatkan

Adakalanya kita dibawah, dibatas putus asa pada usaha,sepertinya juga putar roda-roda cinta sayang. Aku butuh pelukmu kini manis.

Senja-senja kemudian menggeliat, mendiamkan aku. Duduk menung pada kolam depan meja ketikku. Kita harus baik-baik saja. Dan doaku untuk kita tak pernah luput, dalam tidur, pejam, hingga dalam tiap baris kode.

Ah sayang, rinduku kian menggebu,
Tak kau dengar kah degup jantungku?

~Semester, E

Berapa Purnama

mengulang-ulang kalender, menganulir waktu
berapa purnama tuan? tiga ratus purnama,

selamat bertambah umur tuan.

untukmu peri pipi, makasih kuenya, :)
aku suka kucing, anggap aja yg nowel kuenya atas perintah pipimu, bihihihik,

alasyu~ menuju peluk-segera

Menuju Dua Purnama

Jika kamu adalah sebuah buku, aku sudah jatuh cinta kepadamu sejak halaman pertama. Tentangmu, aku selalu ingin menyimpannya di tempat yang paling istimewa, menceritakannya kepada siapa saja, dan tak mungkin meminjamkannya

an

Kau yang sedang memeluk lutut

Kamis menuju jumat, pada jarak yang tak ingin ku ukur, dan biarlah rindu-rindu menyerpih, menjadi getah pait sebelum semu. Persimpangan persimpangan kian ruwet, aku kau kita terlalu banyak pilihan, semua pilihan sulit. Kembali menghamba pada egoisme diri. Dan pada pucak kebimbangan, kau memilih tidak melangkah.

Apa yang engkau dapat, engkau tuju, kini kian membayang. semua kembali ruwet. Ulah siapa? Kau Tuan, siapa lagi.

Dan pada kota yang serasa tak menerimamu, kau limbung sendiri, mengais-ngais peta, kompas yang entah sejak kapan kau lupakan tak kau pelihara seperti janji-janji basimu menuju orgasme. Taik!

Kau sehat? Aku aku tak nampak, aku sakit entah sejak kapan. Kau tak mampu tidur kan? Iya, kepalaku tak mau berhenti berpikir tentang persimpangan-persimpangan. Yang tampak dari luar. Kulihat kau hanya mampu memeluk lututmu, mencoba mengerdilkan diri dalam selimutmu. Selimut hapakmu. Aku tak layak bertanya ini, Apa kau bahagia?

Ya, aku sedang menggali kuburanku sendiri. Ya tadi tak untuk menjawab pertanyaanmu. Kita tak sedang beradu tanya-jawab. Dan engkau yg sedang memeluk lutut, melungker macam kucing keno hujan. Taik! Ya, aku sedang menggali kuburanku sendiri. Ya tadi tak untuk menjawab pertanyaanmu. Kita tak sedang beradu tanya-jawab. Dan engkau yg sedang memeluk lutut, melungker macam kucing keno hujan. Taik!

Aku yang sedang bukan aku

Lelakimu

Selamat

Dahulu, hari begitu sepi tanpa hangatnya kasih darimu, hidup juga begitu hampa tanpa ada senyum manismu, raga seperti tak bertulang tanpa perhatian darimu, jalanku begitu gelap tanpa sinar cinta darimu. Kini engkau telah membuat diriku begitu yakin untuk melangkah, menggapai mimpi yang baru nan indah. Engkau telah memberi warna indah dalam setiap tarikan nafasku, telah kau hapus kesedihanku dengan hangatnya cinta darimu, cintaku, mikuku, ayangku, hunnyku, pelatihku.

Ai~

All You

Cause all of me loves all love you

Tanya

Apakah kau bahagia?

Hujan Tulus

Kapan kita bermain hujan lagi sayang..
Memasrahkan tubuh dijamah bulir-bulir hujan. Hujannya deras sayang.
Aroma uap matahari di aspal depan jendelaku berangsur hilang. Tinggal dingin hujan, sesekali cipratan tempias mampir di jendela, ada uap yang mengembun.

Hai, jarak kita yang kini hanya dalam 3 jam dengan burung besi. Ah kau.
Aku rindu kamu manis.

Rindu aroma keringatmu saat kita selesai memadu kasih, memburu peluk, peluh dan deru dengus, beberapa leguhan. dan rangekan manjamu sesekali.

Semoga segera menjadi kita, segera memulai menuju kim junior, nismara kumara, nitisara.

Aku teramat beruntung manis. Semua karena kamu.

Kau menggenapkan aku, menjinakkan segala keliaranku, kegilaan pertualanganku. Pertualangan tanpa kompas, tanpa peta.

Kau kini peta dan kompasku, manis.

Mendekatlah kemari, mari menuju peluh, leguh. Kita butuh bercak-bercak di tiap inci sprai, biarkan ia lusu, kusut, sisa pergulatan aku kamu. Kemarilah, karena pagi belum juga menyapa.

Hai manis, pagutlah aku sepuasmu, dekap aku. Merintihlah sepuasmu, kim untukmu.

Alfa kurasa baru kemaren, dan kini elegi embun pagi telah lahir, aku dengar kabarnya kemarin, dari elektra, bodhi, zahra, alfa, dan tentu saja; diva.

Aku sedang menulis kisah kita.

Pernahkah kamu letih berjalan didekatku manis? Pernahkah kau hampir menyerah sayang… Dari awal kita sama-sama sadar, jalan ini tak benar-benar mulus. Kakiku kakimu jelas akan terluka sesekali. Kerikil dan duri tajam berseliweran.

Tapi yakinlah sayang, kita akan selalu saling menguatkan. Kala lelahmu tak tertahankan, biarkan aku tahu, kita rehat sejenak. Menunda waktu sampai barang sejenak, aku tak keberatan. Mari kita pandang jejak-jejak langkah, menikmati senja. Akan ada rona bahagia tiap potongan perjalanan. Dan yakinlah. Akhir kisah ini tentang kita, tentang bahagia kita.

Mendekatlah sayang, biar kukecup keningmu, pipimu yang kian merona.
Kan kukecup bibir merahmu, dan biarkan lidah kita saling berpeluk. Aku cinta kamu manis.

Aku sedang menghitung mundur, kapan kita bertemu lagi.

Tak ada Abe, atau Kepin yang kan mengekormu lagi, mencari-cari celah demi meleraikan tangan kita yang saling genggam. Hanya kita; Peluk aku sayang.

Kabisat tahun ini~ Mas kae

Tulus

Tubuh saling bersandar, ke arah mata angin berbeda. (#Tuluspamit)

Alasyu~ Kita akan terus saling bersandar saat rehat berjalan, berjalan beriring, bergandeng tangan. sesekali berhenti, melihat senja, melihat tapak-tapak, bekas langkah.

Hai periku, aku bahagia denganmu saat ini, kemarin dan nanti.

Mas Kae~

Malam Lepas

Adakalanya kau akan melepaskan,
melepaskan seseorang yang kau sayang, tiba-tiba dan tanpa tau kau harus bersikap bagaimana.

dan setelah iya lepas, lututmu lemas,
dan kau pun tertunduk lesu.

barusan aku begitu.

malam imaji

Kepada Jatuh

Bisa kulihat pohon-pohon pinus yang begitu cepat terlewati di belakang sosok mas kae, seakan-akan pohon-pohon itu adalah masalah yang terjadi di antara kami. Jika melihatnya satu persatu, tentu saja terlihat banyak dan perjalanan akan terasa lebih jauh lagi; karena hanya terfokus pada masing-masing pohon, dan bukan tujuan kami sebenarnya. Namun, semakin cepat dan semakin lama, pohon-pohon yang ada bahkan tak terlihat lagi.

Barangkali, perjalanan kami pun masih begitu jauh; tapi dengan kami saling mengeratkan genggaman, sebanyak apapun pohon pinus yang ada atau sejauh apapun perjalanan kami di depan; tak kan berarti apa-apa, sebab bersama selama yang ada, ialah satu-satunya tujuan.

Barangkali, perjalanan kita masih begitu jauh, mas. Perjuangan kita pun masih akan begitu sangat panjang. Aku tak lagi peduli. Sekarang aku mengerti, bahwa beberapa hal memang sudah seharusnya berakhir, untuk akhirnya kembali lahir –meskipun segala lahir sudah ditakdirkan kelak berakhir, kuharap kau dan aku hanya kan berakhir ketika napas kita saling terhenti dan kembali terlahir di surga-Nya nanti.Terima kasih, mas. Terima kasih untuk tetap kembali, tak peduli kulepaskan berkali-kali.

Terima kasih untuk tak menyerah, meski segalanya terlihat tak mungkin. Dan terimakasih, untuk cinta yang tak mengenal akhir. Aku mencintaimu, kemarin, kini, dan jutaan nanti.

-orang asing yang kau cintai-

Piii,
Kau orang asing dulu,
Tapi kini kau belahan jiwaku.
Ada separuh hatiku telah berhasil kau curi.

Mas Kae~

Kabar Pagi

Semoga tuhan selalu menjagamu manis, dan doa teriring selalu untukmu.

Salam hangat dari kandamu
Mas Kae~

Sore di Bandara

Apa yang paling berat untukku manis?
Melepas pelukmu.

Mas Kae~

Kota Hujan

Kita bergerak ke selatan. Menuju kota hujan; kota kenangan yang pelik. Ingatkah kau saat kuambil gambarmu dari belakang, saat kau menyusuri pagar stasiun? Ingatkah kau saat kita saling bersandar di tembok stasiun, menunggu kereta pulang?

Ya kita menuju kota hujan.

Kau bilang pengen toge goreng dan soto bogor, aku tau yang dekat dari sini. Mari jalan kaki sambil gandengan tangan. Kau harus coba Es Pala hari ini. Kupastikan kau suka, manis.

Mas Kae~

Kereta

Kereta. Menuju kota tua, kita piknik; menikmati senyum lebarmu, lendotan manjamu;gandeng maruk, begitulah istilahmu…

Boncengan sepeda jawa keliling kota tua. Siapalah kita, cuma dua sejoli yang memadu kasih.

Es krim nya enak~

“miku”-nya Ai~

Dini Hari

Aku masih di ular besi dari kota sebelah menuju ibukota; menuju pelukmu. Keretaku terlambat, manis. Sayup-sayup lagu Iwan Fals - Kereta terngiang di telingaku. Akan ada selalu temu menuju peluk, dalam putaran 3 pekan (aku genapkan segitu). Aku menuju pelukmu, manis.

Dan rasanya saat ini, harus ada sajak manis yang tertulis untukmu. menuju pelukmu dalam hitungan menit lagi. Kereta kembali berhenti, sedang perbaikan rel. Setiap kali berhenti, ah ada menit peluk yang memuai. Di sini dingin, manis. Pelukmu adalah segala tuju.

Satu tiga puluh pagi. Ada 60 batu lagi menuju jarak pelukmu, tak sampai 10 stasiun. dan pada jarak 600 m depan Stasiun Jatinegara. Kereta ini berhenti lagi. 30 menit menunggu dan tak juga peluit lokomotif berbunyi. Kuputuskan menyandang ransel dan ku buka pintu gerbong;lompat turun.

Hai Jatinegara, kau hanya sebelahku, dekat, tapi lama. Maaf aku batal mengunjungimu. Rindu periku terlampau kuat. Kita butuh peluk.

Menerobos pagar rel dan sampailah di pinggir jalan. Hai ini dua tiga puluh pagi, Jatinegara dingin. Ojekku belum sampai.
Dada ini memburu, manis, menuju pelukmu. dan tiba-tiba ada klakson berdengung di kananku.

Pak, Ojek? Rada ngebut ya..

Kau berkabar, “migrent, cpt dtg”

Kuketuk pintu. dan apalagi yang paling ku tunggu. Peluk hangatmu. Kecupan manis dariku di keningmu. Kamu lelah pasti menungguku. Aku kini pulang sayang. dan kau, tidurlah. Tidur di pelukanku. Malam tinggal puluhan menit lagi.

Mas Kae~

Menuju Peluk

Hari keenam
aku menikmati tiap proses,
menuju temu.

Mas Kae~

Surat Sore

Hari kelima, H-1 menuju peluk. Wasapmu barusan membuyarkan segala mood. Dan aku mulai panik. Ah, selalu ada hal-hal diluar nalar kita yang tiba-tiba saja bertandang. Semoga kau baik-baik saja Sayang.

Bibirku kelu, jemariku kaku. Surat apa yang akan kukirim untukmu sore ini?

Hai Peri, Pipimu rindu.

Mas Kae~

Untuk Indun Kim Junior

Untuk Indun-nya Kumara, Nismara, Nitisara

Ada banyak yang bertanya, siapa Kim?
dan jawaban kita hanya senyum yg terus dikulum. Dan kita tau, siapa Kim tak harus dibahas, dan karena hanya kita berdua saja yang paham.

Pagi ini, surat mu berkunjung. Cukup lama membuatku terus dan terus mengulum senyum. Ada rencana kebahagian kita yang susun sejak kini untuk mereka. Ah Dinda, cintamu kian besar kurasakan. Sini mendekatlah. mendekatlah ke pelukanku, sayang.

Untuk ketiga Kim Junior, bersabarlah, Ayah Ibumu sedang berjuang agar kalian segera hadir. Kami berbenah, agar perahu ini cukup lapang untuk jadi rumah kalian.

Untukmu Aisyah, Indun-nya Kumara, Nismara, Nitisara. Teruslah menjadi rumah pulangku, peluk hangatku. Dan peluk cium setelah pintu rumah kita kau bukakan ketika aku pulang. Alasyu~

Semoga segera menjadi kita.

Mas Kae~

PS. H-2

Kepada Cinta

Kepada cintamu, cinta kita yang sama-sama diakui. bahwa iya besar dan penuh sayang. hangat dan teduh dalam bersamaan.

kau tau apa yang paling merisaukan aku, Dinda. Aku terbangun dari tidurku, dan kau tak ada di dekatku, tak juga ada dimanapun tak jua ada kenangan yang tinggal. Kau hilang.

Bagaimana aku akan melanjutkan hari tanpamu, Dinda?

Semoga segera jadi kita.

Mas kae~

Surat Kedua

Ada banyak cerita lain tentangmu yang kamu bagi, tentang kau yang suka menikmati novel, menulis dan pada titik ini kita menemukan kesamaan. Terimakasih telah membaca buku pertamaku, sajak-sajak jaman merah jambu, sajak 8 tahun silam. Terus menulis sayang. Hanya dengan menulis, kenangan kita takan pudar.

Aku jatuh cinta padamu peri, pada baumu. pada semua tentang kamu. cinta tanpa tapi. Aku jatuh cinta dengan cara berbeda, mencintaimu dari hal-hal lain (bisalah kau sebut aneh). Aku bilang cinta, sebab angin bisa terasa berbisik saat kau sedang kupikirkan. dan semua hal tentang kamu mampu mengalihkan duniaku.

Kau pernah bertanya, “Apa aku bahagia? Tentu sayang”.

Aku akan terus mengingatmu, dengan cara berbeda.

Mas Kae~

Surat Pembuka

Piii, kamu dimana… Apakah kau baik-baik saja?

Katamu kita akan berkirim surat selama 30 hari, aku berharap akan lebih. Apa yang seharusnya aku tulis manis?

Ya tentang perjumpaan, Aku lupa kapan tepatnya kita awal berkenalan. Ya dunia 140 karakter.

Tanpa sadar aku berkirim pesan singkat padamu, ada hal-hal lucu yg tak sengaja kita bagi, tentang pertanyaan absurd, tentang pemilihan sapaan kita masing-masing, tentang penyebutan kota, yang tanpa sadar terucap dan g nyambung.

*Abang lagi di bandung lo “ha njuk ngopo?”*

Mengingat-ingat kala itu, sukses membuat kita saling senyum-senyum sendiri.

Hingga tiba-tiba,

Aku lagi di Kalibata.

Mas Kae -
H-5 debarku semakin menggila

Surat untuk Peri

Ah, aku lupa kali terakhir berkirim surat,
ya surat, dgn tulis tangan, amplop.
perangko, dan cap pak pos.

Ah mari manis, kita berkirim surat 30hari kedepan

Salam hangat,
~kanda

Teruntuk peri pipi

Hai, maaf,
kali ini aku menumpahkan air matamu,
aku ..

aku yang membuat kau melayang, dan aku pulalah yg meremukkan kau lagi.
maaf peri, andai beribu andai sudah kupikirkan.
Kepinmu benar tentang aku.
dan perlahan, lukamu, lukaku menganga lagi,
luka yang kubawa lari sejak perjumpaan gerimis, 7 tahun lalu.

aku limbung. salahkan saja semua padaku kau selalu berucap, tak pantas kau mendapatkan tangisku.
“kau layak peri”, mungkin benar, kau adalah pelangi, seusai kemarau, dan kemudian hujan badai dalam pelarianku.

dan seperti pelangi, usia kita tak lama. namun kenapa jika hanya pelangi, rasa sakitnya setajam ini?

tlah ku reka-reka ratusan pelarian bersamamu, jauh sebelum kubawa kau melayang. beberapa pelarian itu akan sakit, kau aku, dan lingkaran-lingkaran kita. selalu kuselipkan doa untuk kita seusai sujudku. semoga ada rekaan kita yg benar menuju bahagia.

berjanjilah peri. kau tak menghilang. dan jika memang harus ada yang hilang. aku sajalah yang mengalah.

terimakasih segala ucap, segala sajak, setiap dekapan, dan butiran kenangan.
pada senja, hujan, lilin, pasir. dan bandara adalah segala tunggu.

iklaskan aku, peri.

Jatuh cinta adalah cara terbaik untuk bunuh diri perlahan~
Kehilangan adalah ketidakbenaran dari konsep keabadian
Alasyu~

Ada Kamu

Ada kehidupan yang sederhana selain kusimpan rindu yang mengalir deras,
perasaan-perasaan itu selalu hadir tanpa aku memanggilnya, dan kusebut itu; kamu

Ada cahaya yang tak pernah redup setiap aku membayangkan aku bertemu denganmu,
padahal pertemuan terjadi beberapa bulan yang lalu.
Entah kenapa aku masih jelas mengingat kejadian tersebut, ada percik cinta di antara aku kamu dan stasiun. Aku memanggilnya; kamu.

Ada harapan yang selalu hadir setiap do’a yang terpanjatkan.
do’a yang selalu kusimpan dan dilekatkan pada setiap aku bertemu dengan Tuhan, aku memanggilnya kamu…

Ada embun yang sering mencair, saat aku menyebut aku merindukanmu.
bukan karena aku tak bahagia denganmu, melainkan aku bisa menjadi orang yang sanggup menantimu, menanti temu itu.
ini kebahagiaan yang tak ternilai, tentang ketulusan dan tentang kamu.

Ada pelukan hangat setiap aku menerima pesan darimu, perasaan hangat.
perasaan yang bisa menjadi cair ketika rindu sudah lama membeku akan ketidak hadiranmu.

Ada lorong yang panjang Tuan, tak terhitung seberapa jauh kita terpisahkan.
dan semuanya kita dekatkan dengan makna yang sama, kalimat yang sama, dan hati yang sama, merindukan.~

Dec, 11’

Awal Tahun

Hai tuan, ini adalah harapanku tahun ini.
Tak muluk kupinta,
aku hanya butuh seseorang yang menatapku seraya berkata,
“Demi kamu, aku tak akan menyerah”
rasanya tak berlebihan jika harapku adalah;
Kamu~

I Love You

I love you, even your little things.

I love that you know me.

I love ur facial expressions.

I love the way you say my name.

I love the way you want to tell me things.

I love ur smile.

I love ur laugh.

I love ur voice.

I love that we’re on the same wavelength.

I love our conversations.

I love that you care, even if it’s not the kind of care that I want.

I love that you’re never awkward around me.

I love ur smell.

I love the way your eyes light up when you laugh.

I love how you’re such a geek sometimes.

I love that I’m ur favourite.

I love that our hands fit together perfectly.

I love that you’re concerned about me.

I love how you make me burst into fits of laughter after everything you say, because you really are that funny to me.

I love how you trust me.

I love that I can trust you.

I love that I was able to know you.

I love the way lo lie to me

Well, I do love you.

Tertanda, aisyah yang lagi dirumah dinas pakgub~

Yang Pertama

Deruan klakson angkot, sepeda motor, kopaja bahkan mobil kaum elit mengiringi langkahku gontai menuju stasiun kalibata.
Aku mengayuh kaki secepat yang kubisa agar tak terlambat. Bukan, bukan untuk mengejar kereta tapi hendak bersua dengan sang tuan.
“Aku sudah sampai, kamu dimana?” katamu.
Aku hanya membacanya tak sempat membalas karena sedang beradu dengan waktu.
Setibanya di stasiun aku membalas pesanmu tadi “aku didepan loket” kataku sambil mengusap peluh. “Pakai kerudung apa?” Aku tersenyum membacanya.
“Ijo toska”

Lalu dari arah barat muncul sebuah jabat tangan yang tampak malu-malu dan terlalu terburu-buru.
“Tuan pembual” ucapmu lalu dengan cepat kau tarik tanganmu lalu kau buang wajahmu tanpa sempat ku balas sapamu.
Aku mengikuti langkahmu dengan tergesa. “Heh, tunggu aku”
“Maaf, aku gugup nona”

Kalibata, hari keenam bulan sepuluh~

Sementara Sendiri

Kau memintaku menyanyikan ini untukmu,

Geisha - Sementara Sendiri

Terpaksa aku sendiri
Sementara saja kini
Bersabar kan datang hari
Meskipun ku lelah

Aku takut kamu tak mengerti
Caraku sampaikan rasa ini
Kamu tak mengerti

Ajarkan aku tuk bisa dapat ungkapkan rasa
Agar kamu kan percaya begitu ku butuh cinta

Kembali lagi terulang
Tergores hatiku ini
Setelah lama menyimpan
Rasa ini terlalu dalam, terlalu dalam

Ajarkan aku tuk bisa dapat ungkapkan rasa
Agar kamu kan percaya begitu ku butuh cinta
Ajarkan aku tuk bisa dapat merangkai kata
Agar kamu kan dengarkan bibirku katakan cinta sekarang


Aku takut kamu tak mengerti
Caraku sampaikan rasa ini
Kamu tak mengerti

Ajarkan aku tuk bisa dapat ungkapkan rasa
Agar kau percaya, Aku butuh cinta
Ajarkan aku tuk bisa dapat
Merangkai kata
Agar kamu kan dengarkan Bibirku katakan cinta sekarang

Ku benci sendiri,
ku benci sendiri
terus terus begini.
Ku benci sendiri,
ku benci sendiri
takut gagal terus begini

pulang

Pulang yang paling baik adalah pulang pada pelukan.
Saat kau ketuk pintu dan kau lihat senyum yang mengharapkanmu
dengan ketulusan yang tak bisa kau bayar.
Pada sepasang mata berbinar-binar yang kudamba, terimakasih.
Karena bahagia adalah melihat hadirmu yang selalu ku nanti~

Senja Terimakasih

Awalnya aku pernah begitu jatuh, lupa cara untuk bangkit dan berjalan lagi. Pernah begitu terpuruk dalam kesedihan-kesedihan atas luka dari indahnya setia yang aku jaga rapat-rapat.

Lalu kau datang. Tak menawarkan apa-apa selain pundak dan dada yang melarungkan kesedihan-kesedihan.

Dan aku jatuh telak dalam dekapmu. Dalam pelukan lengan yang terbitkan hangat di dalam dada. Dalam bisik peluk paling nyaman yang membuatku merasa begitu dicintai. Dan aku tak merasa harus bangkit dari sana, tak merasa harus pergi dan berjalan lagi.

Sayang, betapa pelukmu adalah obat bagi rinduku yang pesakitan.

Betapa tawamu mampu hadirkan cahaya pada gulita yang membutakan.
Betapa kau begitu memesona bagi hatiku yang rapuh untuk kembali jatuh cinta.
Sungguh semesta mempertemukanku padamu agar aku belajar cara bersyukur.

Maka, jaga dirimu dan rindu (kita) yang mengungkung dadamu baik-baik, sampai semesta mengizinkan temu dan berjanjilah, saat (pertemuan) itu terjadi, kau dan aku akan sama-sama membunuh rindu dalam dekapan-dekapan yang dicatat semesta sebagai terang bagi bintang-bintang baru. Berjanjilah untuk ikut menyaksikan rindu yang mengusik kita selama ini mati satu-satu.

Kamu..

Terimakasih untuk datang di waktu yang tepat.
Terimakasih untuk tak pergi dan memilih memperjuangkan disaat aku rapuh.
Terimakasih untuk mengingatkanku bagaimana cara jatuh cinta.

Kepada laki-laki yang paling pandai menyesaki dadaku dengan debar bahagia dan rindu, aku sayang cinta kamu, selalu cinta kamu dan akan terus cinta sama kamu
Gadis pematik rindu kesukaanmu~

Dec, 16”

Kepadamu

Kepadamu
lelaki yang masih dalam perjalanan. Kelak akan ada aku-aku saja
disetiap malam dan pagimu. Mungkin tak melulu manis, terkadang ada
beragam kesal yang mampir di situ. Tapi kau perlu tahu, sesebal apapun
kita terhadap masing-masing diri kita nanti, yang aku mau tetap kamu.
Yang satu dan kucandu. Semoga selamanya tetap begitu.
Aisyah yang lagi flu~

Des “9

pada Jatuh Cinta

Aku sedang mengingat-ingat mengapa pada akhirnya kita bertukar rasa. Malam ini aku sedang dibungkus hangat. Mungkin mereka yg tak percaya cinta akan menudingku berlebihan. Tapi sayang, kali ini aku takkan lagi bohong. Aku takkan lagi menjunjung tinggi gengsi yg selama ini selalu kubiarkan tumbuh dan bersemi.

Hatiku sedang menghangat. Dalam debar yang berujar ‘kau, kau, kau’.Ini mungkin tak sekali saja terjadi, tapi malam ini debarannya semakin menggila. Memberikan energi paling indah yang bisa kurasakan dari kaki hingga puncak kepala. Inilah jatuh cinta itu, sayang. Inilah kekuatan yang melebar dan melebur di dalam sepasang hati kita yang dipasung kebersamaan.

Jangan tanya kenapa pada akhirnya aku mengakui bahwa aku jatuh dan tak mau berdiri lagi pada rasa yang terlanjur lahir. Jangan tanya kenapa kaulah segala ingatan di antara sibuk, gelisah, rindu, marah, bahagia yang bercampur akhir-akhir ini. Jangan tanya kenapa aku selalu mendamba pertemuan dan mengutuk laknat perpisahan yang menyebabkan kita berjauhan. Jangan tanya kenapa aku membiarkan kau memilikiku. Jangan tanya kenapa semesta berbaik hati memeluk kita dalam doanya.

Jangan tanya sayang. Karena beberapa jawaban justru datang dari diam yg dipermainkan rasa. Malam ini aku kehilangan daya untuk tidak memikirkanmu. Memikirkan apa-apa yg telah kau lakukan. Kau satu-satunya yang tak pernah bosan menuturkan cinta. Kau satu-satunya yang tak pernah berhenti menemukan segala indahku. Aku adalah segala yang indah pada matamu. Meski dalam marah, meski dalam sedih, meski dalam segala air mata, meski dalam lelah setelah kita bercinta. Kau bilang aku adalah ‘cantik yang tak pernah habis’. Dan tahukah kau bahwa ada ribuan mawar yang bermekaran di hati meski kau tak mampu melihatnya. Di saat yang sama aku jatuh cinta lebih dalam lagi. Terperosok dalam lorong-lorong kebahagiaan yang aku sendiri tak tahu namanya.

Sayang, biarkan kali ini aku tak melibatkan segala gengsi. Aku hanya ingin kautahu bahwa aku mencintaimu dalam segala kurang dan lebih. Dalam segala tawa dan konyol kita, dalam segala sedih dan isak kita, dalam segala menang dan kalah, dalam segala bangkit dan jatuh, izinkan aku menjadi awal dan akhirmu.

~Aisyahmu~ Des “7

Pada Kopi

Kopiku masih penuh belum kunikmati sama sekali, sedang kopimu tinggal setengah, sayang. Sama seperti waktu kita yang tak lama lagi, mungki dihitungan ke empat kita akan menghilang dimakan waktu.

Tapi senyummu masih penuh seperti matahari musim semi. Matamu yang coklat, tempat semua bahagia menari-nari dalam satu wujud; aku. Kita berbagi percakapan diiringi lagu-lagu cinta yang maknanya habis dilucuti zaman.

Ada bahagia yang bertebaran di lantai hingga langit-langit kafe ini. Dinginnya suhu tak lagi terasa karena kau memberikan hangat pada cinta yang banyak. Membuatku tak butuh selimut untuk menghalau cuaca dingin setelah hujan. Kau sibuk dengan bahagiamu; aku. Meja diantara kita mendadak sedemikian luasnya, disaat jemarimu menari lincah di layar kotak itu, mengabaikan aku yang sedang bahagia menjepret satu persatu kenangan. Karena padamu, jarak sedikit apapun membuatkku gelisah. Aku tak ingin perpisahan walau sebatas hasta. Aku ingin kau melekat tanpa perlu digapai.

Ya sayang, aku senorak itu. Kepada kau senyata cinta yang di seberang meja. Aku mencintaimu, selalu mencintamu dan akan terus mencintaimu walau sisa kopi tak lagi nikmat.

Tawamu memecah debar, seiring rasa syukur yang mengalis tak habis-habis. Dan suatu hari nanti cinta memuai tak semudah ini, maukah kau berjanji untuk berjuang menemukan hangatnya lagi?

Untuk kau, yang terlalu sakral untukku sebut namanya.
Alasyu~

Des “5

Lucky Man

Katamu, kau sangat beruntung tuan.
*sambil memutar lagu “Lucky Man” an nya Mocca
Ya aku beruntung mengenalmu manis,
gadis dengan senyum lebar, kacamata bundar yang kau kenakan.
hai, bolehkan kucubit pipimu?

gadis yang hatinya lebih luas dari tebakan semua orang. aku tau itu.
kau banyak belajar tentang mengiklaskan, tentang seseorang yang pergi,
tentang seseorang yang hilang. dan tentang aku, yang kau dan aku tau,
akan kemana aku hilang.

pada tiap peluk yang kau pinta, pada tiap kecup yang kau buru.
ada banyak kehangatan yang kita bagi.

dan pada jarak 7 jam penerbangan,
dalam bayangan Taipei 101. Hai kau gadis yang senyumannya selalu kurindu.

ijinkanku mengemas rinduku, pada peluk-pelukmu.

Da’an Distrik, 3 Desember.
Hujan selalu datang saat aku rindu~

yang Kugenggam Jemarinya

Barangkali, benar.
Jika cinta hanyalah perihal keikhlasan.

Jika dengan mencintai lelakinya,
ia diharuskan menusuk belati lebih dalam
ke dada laki-laki yang ia cinta,
dan terluka lebih dalam lagi dengan mencintainya,

ia diharuskan hancur dalam panas api
yang tak berusia —sebab senyum ciptaan-Nya itu yang kerap ia rindukan.

Barangkali, sudah seharusnya keikhlasan ada untuk sebuah cinta;
meski dengan mengorbankan dirinya; lagi.
Satu hal yang kerap ia pertanyakan,
haruskah berulang terluka hanya untuk mencinta?
-Perempuan yang gemar mengalah

Nov “30

Stasiun adalah

Stasiun adalah si bisu yang menjadi saksi banyak kisah.
Saksi antara cerita yang melepas pisah
serta kisah yang menjemput temu.
Air mata selamat tinggal menjelma ritme.
Sedangkan tawa kebahagiaan menjadi harmoni
paling manis saat peluk disambut harapan.

Stasiun menjadi saksi datang dan pergi.
Menyaksikan rupa-rupa manusia yang memikul nasib
yang dipertaruhkannya dalam sebuah kedatangan
yang baru atau kepergian yang lama~

Alasyu~
Nov “26

Hai, Tuan yang Belainya Kurindu

Hai, Tuan yang belainya kurindu.
Sekali lagi, ini aku.
Ya, siapa lagi yang gemar menulisi
guratan kata untukmu selain aku?
Di kota ini,
Aku tertatih menyapamu penuh harap.
Berharap kau sambut dengan baik
tapi tak kunjung kau lakukan;
kepastianmu masih mengawang, tuan.

Ditambah oleh keputusan ku untuk menunggumu;
entah apa yang kutunggu itu.
Bertahan sebisa yang ku mampu, sekuat yang ku bisa.
Hai, Tuan yang belainya kurindu.
Apa aku harus berhenti atau terus mengitari bumi?
Aku masih belum menemukan jawabannya,
tapi aku masih disini. Masih ditempat yang sama.
Hai, tuan yang belainya kurindu.
Iya. Ini aku. Aku yang setiap pagi dan malam menabuh rindu dihatimu.
Kini, aku berdiri dibatas senja yang kau sukai,
menunggumu bersama angin yang bisu.
Hai, tuan yang belainya kurindu.
Jantungku tak mau berhenti bergemuruh menanti temu itu.
Dari aku, perempuan yang tak bisa berdamai dengan jarak~

Nov “25

Peramu Rindu

Hi, tuan. Maaf untuk kebodohanku yang telah terbuai ego, aku tak tahu apa yang sedang kupikirkan sekarang, aku hanya butuh diam sesaat, butuh sedikit perenungan atas apa yang telah terjadi diantara kita, bukannya aku mengabaikanmu tapi lebih baik diam seperti ini dari pada aku harus menyerangmu dengan berbagai pertanyaan yang sama.

Baiklah maaf aku tak akan menanyakan hal itu lagi padamu. Yang jelas aku sekarang pasrah atas apa jawaban darimu, baiklah aku tak bisa menjadi orang munafik dan berucap aku akan menunggumu seribu tahun lagi. Setidaknya aku akan menunggumu sampai aku mampu, itu saja.

Tunggu sebentar. Kau pikir aku sudah lelah? Tentu saja tidak. Kau pikir aku sudah tak ingin kita bertemu kembali? Tentu saja aku ingin sekali bersua denganmu, tuan. Kau pikir aku sudah siap merelakan pengorbanan yang tidak sedikit ini? Kau gila, sleepyhead! tak semudah itu aku merelakan pengorbanan ini berakhir sia-sia. Hanya saja kapalku sedikit goyang sekarang diterpa badai.

Kemari, mendekatlah Tuan, biar kuajari kau bagaimana caranya mencinta dengan baik..

Teruntukmu, sang peramu rindu~
Nov “21

Pulang

Pulang adalah kata paling sakit saat menyerah, mengantarkan pada pemakluman umum.

Kau kemana?
Aku pulang, pelarianku cukup disini. Hujan kan jadi kawan pulangku.

Imaji, 20 Nov

Kepada Peluk

Kepada peluk,
Kali ini singgahlah lebih lama. Biarkan pori-poriku menikmati bau kekasihku. Biarkan keringat kami bersatu dalam nafas-nafas memburu. Agar tak ada jeda. Agar hilang semua spasi yang menimbulkan makna yang tersakiti kata-kata rindu.

Kepada peluk,
pulanglah pada rengkuh yang tepat. Kepada temu yang menghamba kebersamaan paling sahih saat purnama. Agar lenyap sudah gelisah yang dicincang halus pisah. Agar mati sudah curiga yang dihantui jarak yang tak sampai seribu mil jauhnya.

Kepada peluk,
Tak lagi kuminta banyak. Tinggallah lebih lama lagi. Agar purnama meringis cemburu saat bintang pulang kepada hatiku. Saat pelukku yang luruh pada kekasihku saat tubuh kami bersatu.

Nov, “8

Kau adalah Seluruh

Hari ini hati kembali menghangat walau cuaca sedang dingin-dinginnya. Ada kebersamaan yang memercik memberi syukur yang dibiaskan kebahagiaan. Pagi ini tak ada tanganmu yang kugenggam atau kecupmu yang mendarat di kening. Tapi mengetahui kalau kita masih saling memiliki adalah satu dari segala indah yang terlanjur lahir di bumi.

Semesta adalah saksi yang tak berdiam diri. Dia merekam segala perjuanganmu untuk meraih aku yang dulu hancur dalam kegagalan. Kau satukan segela kecewa yang dulu mampir menjadi keutuhan yang memberi harapan. Kau, pujaan hati yang tak kenal lelah adalah berkah yang dihadiahkan semesta untukku yang dulu pernah ditemani luka. Kita masih bersama dalam hari-hari yang semakin banyak jumlahnya. Untuk itu tak ada yang lebih ajaib dari menikmati ritme hidup yang membuat kita semakin saling cinta.

Terima kasih untuk mencintai setiap kekuranganku yang takkan pernah sempurna. Terima kasih untuk selalu tak marah jika aku mengeluh ini-itu yang membuat hidupmu tak mudah. Terima kasih untuk selalu menggenggam tanganku meski satu dunia berpaling menjauh. Terima kasih untuk segala sabar yang kaupikul meski hatiku kadang jatuh dan rapuh. Terima kasih menjadi orang pertama yang mencundangi matahari dengan sapa selamat pagi. Terima kasih untuk tak menyerah meski jalan kita kadang tak mudah.

Kau, yang hatinya terlalu luas untuk kuarungi adalah keajaiban yang takkan pernah lahir dua kali dalam hidupku. Untuk semua yang indah dan siksa, aku berterima kasih. Jangan menyerah untuk kita meski dunia terkadang tak memihak disetiap langkah.Tetaplah menjadi satu-satunya yang mencintaiku dengan hati penuh yang seluruh.

Nov “20

Apa Kabar Rindu

Apa yang menyenangkan dalam jarak seperti ini? Ada rindu diantara ruas
jarak antara kotamu dan kotaku. Aku tak bisa menatapmu dan jemariku tak
bisa menyentuh lekukan wajahmu.

Apa yang bisa kita harapkan dari jarak ratusan kilometer ini? Ketika rasa
rindu menggebu, dan kusadar kau tak disisiku. Memang ini belum seberapa
jauh, tapi apa yang kita pertahankan? Sajakku mulai dari merah jambu,
merah, lalu mulai menghitam sekarang.

Dalam diam, aku merapal namaku, mendengar suaramu dari ujung telpon,
memandangi potret wajahmu; kita. Bertingkah seakan semuanya baik-baik
saja, seakan aku tak terluka, seakan tak ada air mata yang menetes saat
rindu menyerang. Dengan lihai, aku meyakinkanmu bahwa tak ada yang salah dengan kita.
Lantas, apakah kau disana memang baik-baik saja?
Apakah rindu yang kita simpan dalam ini akan menemukan titik temu?

Sayang, aku lelah.
Beri aku penawar rindu itu~
Nov “16

Rabu Dini Hari

Tak ingin kutulis banyak. Waktuku mendesak. Rabu pagi datang terlampau cepat karena semalaman segala rupa tentangmu begitu menyibukkan. Aku tak karuan. Inilah aku, sendirian duduk di teras rumah. Menatap iri para embun yang bercinta dengan daun. Menamparku yang cemburu karena aku dan kau seharusnya bercinta sampai penuh peluh.

Tak seperti pisah yang harus dijalani sedari kemarin. Kopiku hampir habis. Segera tuang cangkir kedua agar rindu ini tak sendirian. Agar sepi ini berkawan pada pekat dan pahit. Agar kekamuan larut dan mati pada dasar cangkir. Menjelma ampas yang entah kapan akan berakhir. Rabu pagiku penuh kamu. Tapi kenyataan menyadarkanku bahwa penuh adalah kosong. Dan sekarang biarkanlah kuisi kekosongan ini dengan duduk diam. Mengamati apa saja yang disediakan Tuhan; waktu. Sampai habis sabarku. Sampai hilang jenuh akan rindu.

11,11

Kau dan ...

Lalu, disinilah aku, di ujung keramaian, merasa sepi dan memamerkan senyum kesana kemari sembari diam merajut kembali benang-benang virtual dikepalaku tentang kita; kau, aku, dia-mu dan dia-ku.
Seandainya dulu, seandainya aku, seandainya kamu, seandainya dia-mu, seandainya dia-ku, seandainya kita.

Setelah itu, aku hanya tertawa sembari menelan ludah sendiri mengingat ucapanmu selepas temu di ruang penuh payet itu.

“I love you. I thought you’re a very brave one in the past”
Ucapmu. Sedangkan disana ada calon istrimu yang sedang memandang tajam kita.
Aku terdiam meresapi kata kata itu.

“Did you feel the same way too?”
Dia menyerangku lagi dan tatapan sang calon mempelai wanita kian tajam kearahku.

Lalu kutatap matanya yang memelas dan lantang berkata “I love him now, sorry”
“Are you sure? Oh come on, he’s stranger hun”
“Sudahlah, lihat kesana ada seseorang yang sudah menunggumu dan menatap kita liar.”
“Apa kamu benar benar mencintainya?”
“I know i’m not the only one who wants to be with him but i love him. I dunno, i just to be the next to be with him”

Tampak kau tak puas dengan jawabanku, Lalu dengan gontai kau beranjak kearah wanitamu, dan menatap punggungku keluar dari ruangan itu.

nov “7

Jalan Pulang

Dulu rasanya sulit sekali untuk menciummu sesering ini. Sprei tempat tidur kusut. Tidak, kita tidak bercinta. Rasanya romantisme tidak terbawa arus nafsu saat gelora akan kebersamaan berhenti pada cium dan peluk.

“Love you”, katamu dengan halus. Aku tak menjawab pernyataanmu. Tapi dapat kurasakan hati ini mendadak bergejolak. Sejak awal aku memang menjaga jarak. Saat itu aku belum sembuh benar dari jerat masa lalu. Cengkeramannya membekas tak mampu hilang. Bahkan ketika hadirmu perlahan menyembuhkan. Seperti obat merah pada luka, begitulah hati yang patah perlahan diam berulah. Saat itu aku milik masa laluku. Sekarang aku milik ka… “Belum sempat kuselesaikan kalimatku tapi bibirmu meraih secepat kilat. Mencium lembut dan berhati-hati. Tak ingin memburu apalagi melukai.

Ini bulan ke sepuluh paling bahagia untuku. Selain ini bulan kelahiranku ternyata lahir lagi anugrah tuhan, ya cintaku, cintamu; cinta kita. Kebersamaan kita tumbuh sabar semakin matang. Sayap-sayap kebahagiaan tumbuh hampir sempurna. Meski tak jarang helainya gugur karena dua kepala mendadak sedemikian banyak tingkah. Kau hanya berjarak satu jengkal dari pelukku. Lalu aku mendekat pada pulang yang seharusnya. Kepalaku yang liar pada dadamu yang menjelma sepetak rumah. Inilah kita, saat malam-malam tak mampu lagi berdiri dalam perkasanya gelap, waktu membeku pada ranjang yang tak lagi dingin.

Terkadang kita tak berbicara satu kata pun, hanya debar-debar kurang ajar yang mengaliri hati hingga ujung jari. Terkadang kita saling peluk. Memindahkan hangat tubuh tanpa kenal luruh. Terkadang kau mendengarkan aku mengeluh tentang hidup dan tertawa-tawa karena kau bilang aku terlalu indah untuk terus bersungut-sungut. Aku tak bisa jika tanpamu. Aku terperangkap. Tak mau pergi lagi.

Matamu menerawang jauh entah ke semesta yang mana. Aku damai di situ. Senyumku lahir seperti bayi yang keluar dari rahim kebahagiaan. Aku terjebak. Tak ingin lagi diselamatkan. Kini kau yang beranjak. Menatap mataku, menguasai dengan liar tanpa gerak. Lalu entah kenapa kita tak lagi berjarak. Hanya ada nafasmu dan langit-langit kamar yang mendadak luas sekali. Dinding pun menjelma warna-warni. Untuk kau, alasan kenapa cinta jatuh tak sia-sia.

Nov, “7

Bogor - Hujan

Hujan menyambutku dengan segala kesombongannya, rintik-rintiknya berlomba memelukku, seperti kau menjamahku tempo hari, tapi tak hangat seperti tubuhmu, manis.

dan pada daun-daun berguguran, rinduku kadang cuai, tumbuh, gugur, dan berganti, jumlahnya tak berkurang, bertambah rindang,
meski hujan kadang mematahkan dahannya, ia akan tumbuh lebih kuat. dahan patah adalah dahan terabaikan, terseleksi olehmu manis, seumpama rinduku.

ah, dan biarkan rindu-rindu ini melayang, lepas, lalu menguap kembali, dan esok kembali menjadi rintik gerimis di kota hujan.

  • Nov “5

I ___e You

Saat aku menulis ini aku sedang menggenggam hatiku demikian eratnya. Aku takut hatiku melompat dan tak bisa kembali ke tempat asalnya. Debaran yang mengumpat namamu tak berhenti berkoar sedari tadi. Memberikan sesak yang terlalu pasti untuk kuingkari.Tak pernah kurasakan rindu yang sebesar ini. Terlalu besar untuk mampu kusimpan sendiri. Terlalu sakti dengan hanya kudiamkan dan perlahan mati disapu angin. Pernahkah kau rasakan getar-getar yang menjalari tubuhmu di seluruh penjuru raga, tuan? Yah, aku kepayahan menenangkan rindu ini. Pernahkah kau bayangkan, disaat hatimu penuh, isi kepalamu berputar-putar memainkan harmoni cinta yang sangat kau tahu, lidahmu ingin meneriakkan satu nama, suaramu ingin menjeritkan kebahagiaan yang tak mampu ditolak semesta. Sementara senyummu tak berhenti melengkung dan membuat bibirmu kebas dalam rasa yang tak mau kau kikis habis. Dan sepasang matamu mengalirkan air mata yang kau rindukan. Karena temu hilang diredam harapan yang mati muda. Semua itu terjadi tidak dalam satu tepukan. Ada detik detik yang panjang tempatku menyembuhkan lara. Ada kau yang menungguku di bawah pohon teduh bernama ketulusan. Sampai nanti disatu purnama entah kapan, ku muntahkan segala rindu yang bersemayam dalam raga. Hanya kepada kau yang satu tempatku pulang kapanpun kumau. Bahkan rindu malam itu belum lagi hilang dan semakin membuncah kian hari. Malah di langit ibukota kala itu, Kita saling menatap bulan pada mata kita sendiri. Ada jeda panjang yang memberi harmoni kekaguman atas saling memiliki. Semuanya luruh bersama asa yang bermekaran melalui pori-pori. Pelukanmu mengerat. Air mataku tumpah dan menjadikanku si lemah yang bahagia karena diselamatkan dari dunia dongeng yang selama ini ku damba. Aku tak pernah segila ini. Aku tak pernah sewaras ini. Aku tak pernah gila dan waras secara bersamaan seperti waktu itu. Kau adalah gila yang kucandu. Kau adalah waras yang memang semestinya begitu. Dan sekarang, saat hatiku masih bergejolak ingin lompat dari tempatnya, bahagiaku mengalir pada hatimu. Pada genggam tanganmu tempatku melebur aman. Aku tak pernah sejatuh ini. Aku tak pernah sekuat ini. Aku tak pernah menginginkan sesuatu seluar biasa ini~

Berapa layar ?

Kau ialah pagi pada malam bulan kesepuluh, yang kupikir telah tandas pada dingin cangkir tehku yang berusia. Padamu, kusaksikan hijau di lahan gersang –menjelma tawa dan nyanyian ayat-ayatNya. Seandainya bisa, kulipat dan kusimpan tatap mata di kali pertama tatapan penuh makna sepanjang ingin Tuhan; namun, kapalmu kerap berlayar sebelum matahari kupeluk dalam pangkuan, membuatku mencarimu dalam jarum jam atau isi kepala. Maka kubiarkan segala yang kau tuju memilikimu. Dan aku hanya menikmati layarmu terkembang semakin menjauh.

Berlayarlah kanda, sejauh yang kau mampu.
Berlayarlah kanda, meski ombak merayumu tuk bersatu. Berlayarlah kanda, hingga di akhir labuhmu hanya berotasi pada takdirmu. Kelak, jika jam dindingmu tak lagi melahirkan makna, kan kukirimkan sepotong senja dengan aroma pantai yang kau rindukan dengan harapan yang mampu kau leburkan bersama samudra. Barangkali di sana kanda, kecemasan kan merenggang nyawa di hitungan kedua. Kayuh kembali perahumu, dalam bias rasa takut paling laut, dalam dekapNya, kau berada melalui doa-doa yang melupa. Rasa lelah menjagamu di tiap langkah, tak usah kau lempar dadu, menghitung kemungkinan; aku dalam bising yang tak kau namakan. Percayalah kanda, Tuhan begitu mencintaimu melalui aku
–perempuan dalam ingatanmu.

Nov “4

Kamar Putih

Tiap orang pasti punya kenangan tak ingin diingat, tempat yg membuatmu gemetar. Jangankan berkunjung, mendekat saja akan takut.

Aku pun, rumah sakit adalah ianya.
Kamar putih dengan bau obat, denting-denting alat bantu pasien.

Sebisa mungkin aku tak mau mampir, ada nyeri perlahan yg merambat di bawah ulu hatiku setiap kali ku lihat plang-plang, kamar-kamar dengan bujuran tempat tidur.

Begitu banyak wajah sayu keluar masuk.
Bisa kuitung berapa wajah bukan muram yg berpapasan di dekatnya.

Hanya kala menjenguk kawan aku mau berkompromi..

Ada banyak sanak, kawan yang tak sempat kupamiti, hanya tubuh dingin dgn tutupan kain putih. Bahkan tanpa ada tubuhnya, hanya pesan lalu dari telpon genggamku.

Semoga aku tak berkunjung lagi kesana, perihal badanku yg semakin entah, tentang sirup yg rajin bertandang, tentang phobia darah, tentang lingkar perut yg makin mengecil perlahan.

Semoga selalu ada senyuman tawa dari sesiapa yg bisa kau lihat kau dengar dari gedung itu. Sedikit bahagia tanpa banyak kehilangan.

Semoga tangismu tak kan pernah kudapati, hanya karena gedung ini

Medio Hujan, 2 Nov

Aku

Sayang, hari ini tak mampu kurangkai banyak kata. Biarlah peluk dan cium yang membahasakan rasa ini. Biar langit yang meninabobokkan lengkung bulan dalam kita yang tak berjarak.
Alasyu
-Aku-

Okt “31

Embun Rindu (?)

Kanda, pagi ini kau menjelma embun di ujung daun. Menggantung lemah di ujung-ujung hijau muda tetumbuhan tepi pagar rumah. Kau lemah menyapa. Pagiku terlalu terburu-buru untuk sejenak berhenti menatap segarmu yang dibalut rindu. Dalam keindahan kau bertahan dalam sendiri. Sajakku kali ini mungkin akan menimbulkan jemu. Karena asa memburu bagai roda kereta yang berjalan ke arah yang itu-itu juga. Kata-kata menjelma tak kreatif lagi karena rasa ini menjelma repetisi yang ditunggangi jemu. Tapi kuingin kau tahu bahwa dalam segala rindu, bosan sekalipun tak pernah singgah pada hatiku yang sunyi. Seperti sepotong bulan yang bersinar sendiri dalam gulita tengah malam.

Kanda, hatimu mungkin padang yang luas. Tak hanya aku yang bertahan menggembala ribuan rasa di sana. Tapi kuingin kau tahu bahwa bagaimanapun aku akan bertahan dalam segala gundah yang ku pelihara. Karena kau adalah laut bagi segala segala air. Tempatku berpulang saat perjalanan membawaku terlalu jauh berjalan. Kanda, lukaku kini hampir sembuh dimakan masa. Tak ada lagi dia yang dulu pernah menari-nari di atas sepatu penuh duri di atas lantai bernama hati. Yang ada hanya kau yang memeluk mesra segala sakitku. Menyembuhkan getirnya bak ketulusan seorang ibu pada putri semata wayangnya.

Kanda, jika benar kau yang satu. Maukah kau tetap menjadi punggung tempatku pulang saat ragu mengiringku berjalan jauh? Atau cukup kau jawab ini, seberapa kuat kau akan mampu menampung rinduku ini?

Okt “29

Sakit dalam Tawa

Ajarkan aku menjadi naif kanda, senaif dirimu yang masih bisa tertawa sambil memeluk ku, senaif kebahagian di alam kita berdua.
Karena disetiap detik kala kenyataan mulai bersinggungan, aku rasakan sakit yang nyaris tak tertahankan.
Atau ajarkan aku menjadi penipu saja, bila kau merasakan sakit yang sama dalam tawamu~

Okt “28

Kecup Rindu

Kanda, masih kuingat kali pertama kau berbagi kecup. Terlalu terburu-buru dan tak mampu kunikmati dalam pagut. Tapi, hingga pagi ini masih belum bisa kulupakan saat kita melebur satu. Ada gugupmu di situ, ada senyum maluku yang membuat pagi begitu cemburu. Ini adalah sajak kesekian untukmu, entah sampai kapan kau akan menjadi bahu sandaranku. Kuselami kau sebagaimana kau selami aku yang tak sempurna. Jangan pernah menyerah atas segala yang sedang kau perjuangkan. Karena bagaimanapun, kita adalah kebersamaan yang lahir bukan karena ketidaksengajaan.
Dari aku perempuan yang rindu kecupmu.

Okt “26

Kado Tuhan (2)

Kanda, jika rindumu datang jangan menggerutu. Pergi temui Tuhan dan minta Dia agar melenyapkan jarak dan gelisah di hati kita. Tapi ingat, jangan pernah kau desak Dia agar segera izinkan jumpa. Karena dalam keterpaksaan Dia bisa murka dan membuat berpisah semakin nyata adanya. Kanda, jangan lupa bahwa Rindu harus dituntaskan dalam peluk dan jumpa bukan hanya bualan semata.

Dari aku, perempuan yang kau hujani rindu

Okt “25

Rindu Tak Peduli Jarak

Katamu jarak kota tak sampai 500 mil, namun.

selalu ada rindu yg menyempil dalam tiap ketikan tanganku,
rindu yg mengadu, merengek-rengek,
memintaku berucap: Hai manis, kita harus bertemu, melepas rindu.

ya kita menjadi gila dan waras dalam bersamaan.

Okt “24

Genggam Hangat (?)

Untuk kau lelaki yang tangannya sedang kugenggam. Tak lebih 24 jam kebersamaan kita taruh di kedua tangan, kita kantongi di perjalanan, kita peluk saat kesepian, kita tangisi dalam kesedihan. Kau menjadi punggung tempatku menulis berbagai cerita sekarang. Di dada penuh kehangatan itu, tersimpan mesin penghapus rasa sakit. Disana luka terkubur dalam nyaman yang tak berisik. Untuk kau lelaki yang tangannya sedang kugenggam, pernahkah kau berpikir bahwa semesta adalah labirin kurang ajar membuat segala rindu tersesat? Pernahkah kau berpikir tuan, bahwa kaulah titik akhir atas segala rasa yang kucari? Pelukmu mengandung kompas. Padanya aku tak kehilangan arah. Padanya aku tahu bahwa sejauh apapun aku mencari, pulang masih kepadamu. Kepada pelukmu yang esa, aku bertekuk lutut. Untuk kau lelaki yang tangannya sedang kugenggam, beri tahu aku jika sabarmu hampir menyentuh dasar. Agar aku tahu mengisi ulang dengan cara yang kita berdua mengerti. Agar segala pertengkaran dan sebal hanyalah lelucon-lelucon tak lucu yang kita tertawakan di masa depan. Untuk kau lelaki yang tangannya sedang kugenggam. Tahukah kau bahwa dalam sendiri aku sering mendoakanmu dalam diam. Berbisik pada rintik dan derai saat hujan menyembuhkan kemarau. Aku mendoakan terbaikmu. Kau dicintai dengan terlampau banyak, lantas aku tinggal melengkapi bagian yang kurang saja. Untuk kau lelaki yang tangannya sedang kugenggam, terimakasih sudah melukis bahagia untukku, terlebih untuk kecup yang tak teduga. Untuk kau lelaki yang tangannya sedang kugenggam. Jangan pernah lepaskan genggam ini saat aku menyebalkan. Jangan lepaskan genggam ini saat aku tak menyenangkan. Karena kau tahu, genggam erat ini adalah tanda bahwa bersama adalah kebahagiaan yang tanpa nama.

Okt “22

Kado Tuhan

Saat kau bangun nanti, aku mau kamu bahagia.
Aku mau syukurmu tak habis-habis dan hangat memelukmu
sehingga kau tak perlu kedinginan saat selesai mandi.

Saat kau bangun dari lelapmu
mungkin aku sedang bersiap untuk berangkat kerja
atau sedang berhias diri . Dengan senyum sisa semalam.
Dengan bahagia yang ada kau terlibat di dalamnya.
Mimpiku tak ada karena nyata ternyata lebih bahagia.
Saat kau bangun nanti, akan ada rindu menyusup ke hatimu.
Mungkin terlalu pagi, tapi aku tahu kau menikmatinya.
Saat kau bangun nanti aku cuma ingin kau tahu,
bahwa aku merindumu

Andai jarak kita hanya seputaran gagang pintu
Cukup ku putar. Dan setelah itu ketemukan kau.
Segera ku peluk engkau manisku

Kepada tubuh yang lelah,
Kepada rindu yang tak kunjung tuntas,
Kepada peluk yang didamba,
Kepada sinar yang ditelan senja,
Kepada kau yang baunya mengendap,
Kepada kekitaan, kepada kenyamanan,
Kepada segala duka dan tawa,
Kepada segala ingatan,
Terima kasih.
Hariku telah kalian sempurnakan.

Pengutip senja, Medio Oktober

Kertas

kursi

Waktu yang berlalu membuat aku tak mampu berdiam pada satu tempat,
tentang pertemuan tak sengaja,
seseorang yang tiba-tiba ingin membaca sajakmu.

untuk bangku senyap depan layar tancap, terimakasih atas segala kesabaran.
mendengar celoteh-celoteh kami, tentang sajak tak selesai, gosip-gosig ibu sebelah.

untuk sirup merah jambu, maaf kau menyapa saat aku tak ada,
tak usah sering-sering kau bertandang.
gadisku tak sekuat kau kira.

terimakasih untuk putaran waktu,
kau melambat saat waktu bagiku kian sedikit.

untukmu manis, semoga kau tak kecewa pada tiap coretanku.
aku lama tak menulis, tak mencatat isi kepala
dan tentang nasihatmu tempo lalu,
kita lihat purnama nanti. apa berubah?

dan pada perjumpaan terakhir, aku bertanya.
kapan bertemu lagi? rahasia Tuhan jawabmu.
“Jadilah lelaki baik, dan tunggu saja kado Tuhan untuk kita.”

Hujan, Medio Oktober

Rumah(?)

Sajak-sajak berlompat-lompat serupa anak domba menghitung dirinya hingga bulan terlelap, sebelum akhirnya leher tergantung menjadi pertanyaan-pertanyaan.

Puisiku hanya serupa remang malam di kafe-kafe murahan kemudian aku kan melukis bintang serupa binatang-binatang dalam buku gambar, menjadikan mereka monyet atau gajah bercula empat di tengah pasar, hingga asing menjadi langkah, hingga asin tak serupa air mata. “tak ada lagi tempat. pergilah ke neraka!”

Dinding kamar serba putih ini berseruan, tangan ku kaku oleh pelukan jarum, mendapati luka tak henti-hentinya kugoreskan pada lidah yang tertutup rapat.
Lantaipun menolak gravitasi isi kepala; yang tercecer sebab keraguan pada norma rumah yang tak terawat, dadaku menyanyikan lagu kematian. Tak ada lagi pena ataupun kuas sebagai sarana pemuas keinginan yang mati muda, hanya ada aku dan tanda tanya menikmati napas di dalam keranda jika kelak kau bertanya, ke mana perginya detak yang tak sempurna berwarna ? atau di mana makam perasaanku yang terlahir tanpa nama?
Baiklah,
Aku kan menjawab, langkahnya telah lama patah, usiapun tak mampu membunuhnya, ia masih di detak yang sama; rumah yang kau tinggalkan.

Oktober 13”