Embun Rindu (?)
Kanda, pagi ini kau menjelma embun di ujung daun. Menggantung lemah di ujung-ujung hijau muda tetumbuhan tepi pagar rumah. Kau lemah menyapa. Pagiku terlalu terburu-buru untuk sejenak berhenti menatap segarmu yang dibalut rindu. Dalam keindahan kau bertahan dalam sendiri. Sajakku kali ini mungkin akan menimbulkan jemu. Karena asa memburu bagai roda kereta yang berjalan ke arah yang itu-itu juga. Kata-kata menjelma tak kreatif lagi karena rasa ini menjelma repetisi yang ditunggangi jemu. Tapi kuingin kau tahu bahwa dalam segala rindu, bosan sekalipun tak pernah singgah pada hatiku yang sunyi. Seperti sepotong bulan yang bersinar sendiri dalam gulita tengah malam.
Kanda, hatimu mungkin padang yang luas. Tak hanya aku yang bertahan menggembala ribuan rasa di sana. Tapi kuingin kau tahu bahwa bagaimanapun aku akan bertahan dalam segala gundah yang ku pelihara. Karena kau adalah laut bagi segala segala air. Tempatku berpulang saat perjalanan membawaku terlalu jauh berjalan. Kanda, lukaku kini hampir sembuh dimakan masa. Tak ada lagi dia yang dulu pernah menari-nari di atas sepatu penuh duri di atas lantai bernama hati. Yang ada hanya kau yang memeluk mesra segala sakitku. Menyembuhkan getirnya bak ketulusan seorang ibu pada putri semata wayangnya.
Kanda, jika benar kau yang satu. Maukah kau tetap menjadi punggung tempatku pulang saat ragu mengiringku berjalan jauh? Atau cukup kau jawab ini, seberapa kuat kau akan mampu menampung rinduku ini?
Okt “29