Jalan Pulang
Dulu rasanya sulit sekali untuk menciummu sesering ini. Sprei tempat tidur kusut. Tidak, kita tidak bercinta. Rasanya romantisme tidak terbawa arus nafsu saat gelora akan kebersamaan berhenti pada cium dan peluk.
“Love you”, katamu dengan halus. Aku tak menjawab pernyataanmu. Tapi dapat kurasakan hati ini mendadak bergejolak. Sejak awal aku memang menjaga jarak. Saat itu aku belum sembuh benar dari jerat masa lalu. Cengkeramannya membekas tak mampu hilang. Bahkan ketika hadirmu perlahan menyembuhkan. Seperti obat merah pada luka, begitulah hati yang patah perlahan diam berulah. Saat itu aku milik masa laluku. Sekarang aku milik ka… “Belum sempat kuselesaikan kalimatku tapi bibirmu meraih secepat kilat. Mencium lembut dan berhati-hati. Tak ingin memburu apalagi melukai.
Ini bulan ke sepuluh paling bahagia untuku. Selain ini bulan kelahiranku ternyata lahir lagi anugrah tuhan, ya cintaku, cintamu; cinta kita. Kebersamaan kita tumbuh sabar semakin matang. Sayap-sayap kebahagiaan tumbuh hampir sempurna. Meski tak jarang helainya gugur karena dua kepala mendadak sedemikian banyak tingkah. Kau hanya berjarak satu jengkal dari pelukku. Lalu aku mendekat pada pulang yang seharusnya. Kepalaku yang liar pada dadamu yang menjelma sepetak rumah. Inilah kita, saat malam-malam tak mampu lagi berdiri dalam perkasanya gelap, waktu membeku pada ranjang yang tak lagi dingin.
Terkadang kita tak berbicara satu kata pun, hanya debar-debar kurang ajar yang mengaliri hati hingga ujung jari. Terkadang kita saling peluk. Memindahkan hangat tubuh tanpa kenal luruh. Terkadang kau mendengarkan aku mengeluh tentang hidup dan tertawa-tawa karena kau bilang aku terlalu indah untuk terus bersungut-sungut. Aku tak bisa jika tanpamu. Aku terperangkap. Tak mau pergi lagi.
Matamu menerawang jauh entah ke semesta yang mana. Aku damai di situ. Senyumku lahir seperti bayi yang keluar dari rahim kebahagiaan. Aku terjebak. Tak ingin lagi diselamatkan. Kini kau yang beranjak. Menatap mataku, menguasai dengan liar tanpa gerak. Lalu entah kenapa kita tak lagi berjarak. Hanya ada nafasmu dan langit-langit kamar yang mendadak luas sekali. Dinding pun menjelma warna-warni. Untuk kau, alasan kenapa cinta jatuh tak sia-sia.
Nov, “7