Rumah(?)

13 October 2015

Sajak-sajak berlompat-lompat serupa anak domba menghitung dirinya hingga bulan terlelap, sebelum akhirnya leher tergantung menjadi pertanyaan-pertanyaan.

Puisiku hanya serupa remang malam di kafe-kafe murahan kemudian aku kan melukis bintang serupa binatang-binatang dalam buku gambar, menjadikan mereka monyet atau gajah bercula empat di tengah pasar, hingga asing menjadi langkah, hingga asin tak serupa air mata. “tak ada lagi tempat. pergilah ke neraka!”

Dinding kamar serba putih ini berseruan, tangan ku kaku oleh pelukan jarum, mendapati luka tak henti-hentinya kugoreskan pada lidah yang tertutup rapat.
Lantaipun menolak gravitasi isi kepala; yang tercecer sebab keraguan pada norma rumah yang tak terawat, dadaku menyanyikan lagu kematian. Tak ada lagi pena ataupun kuas sebagai sarana pemuas keinginan yang mati muda, hanya ada aku dan tanda tanya menikmati napas di dalam keranda jika kelak kau bertanya, ke mana perginya detak yang tak sempurna berwarna ? atau di mana makam perasaanku yang terlahir tanpa nama?
Baiklah,
Aku kan menjawab, langkahnya telah lama patah, usiapun tak mampu membunuhnya, ia masih di detak yang sama; rumah yang kau tinggalkan.

Oktober 13”